Antara PLTU Kalbar Mangkrak, Kerugian Rp1,3 Triliun dan Mimpi KemandirianSektor Energi

HALLONEWS.COM – Sebuah proyek besar yang dulu digadang-gadang akan menerangi Kalimantan Barat kini justru menjadi simbol gelapnya tata kelola energi di tanah air. Pembangunan PLTU 1 Kalbar yang harusnya jadi tonggak kemandirian listrik daerah itu kini dinyatakan total lost alias gagal total. Kerugian negara pun mencapai Rp1,3 triliun.

Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri mengumumkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengungkap nilai kerugian fantastis tersebut. “Pembangunannya PLTU 1 Kalbar mangkrak sampai saat ini dan sudah dinyatakan total lost oleh BPK,” ujar Kakortas Tipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo awal pekan lalu.

Nilai kerugian negara dalam pembangunannya PLTU 1 Kalbar itu setara dengan USD 62,41 juta, yang jika dikonversi dengan kurs saat ini (Rp16.600 per dolar) mencapai Rp1,3 triliun. Angka sebesar itu, jika digunakan dengan benar, seharusnya bisa membangun belasan sekolah, rumah sakit, atau bahkan memperluas jaringan listrik ke desa-desa terpencil di Kalbar.

Advertisements
Banner Hardee new

Kasus ini bermula dari proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar yang ditargetkan jadi salah satu sumber listrik utama di Kalimantan Barat. Namun, di tengah perjalanan, proyek yang dijalankan oleh konsorsium perusahaan pelat merah dan swasta ini tak kunjung rampung.

Seiring berjalannya waktu, pembangunan terhenti, fasilitas terbengkalai, dan dana investasi pun menguap entah ke mana.

Tim penyidik kemudian menetapkan sejumlah nama besar sebagai tersangka. Mereka adalah mantan Dirut PLN periode 2008–2019 Fahmi Mochtar, Dirut PT BRN Halim Kalla, serta dua pihak swasta berinisial RR dan HYL.

Kini, penyidik tengah menelusuri aset para tersangka untuk mengembalikan sebagian kerugian negara. “Kami masih melakukan asset tracing terhadap para tersangka,” kata Irjen Cahyono menegaskan.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU No.20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya tak main-main — pidana penjara hingga seumur hidup, disertai denda dan penyitaan aset.

Bagi banyak pengamat, kasus ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga cermin lemahnya tata kelola proyek energi nasional.

“Kasus PLTU 1 Kalbar adalah contoh klasik bagaimana ambisi besar tak diimbangi dengan integritas dan pengawasan yang kuat,” ujar pengamat energi Universitas Indonesia, Dr. Fitrah Hidayat menanggapi mangkraknya pembangunan PLTU tersebut.

Menurutnya, proyek-proyek strategis seharusnya tak hanya dilihat dari sisi investasi, tapi juga dari keberlanjutan dan transparansinya. “Ketika korupsi menyusup di dalam sistem energi, yang dirugikan bukan hanya uang negara, tapi juga hak rakyat untuk mendapat akses listrik yang layak,” ujarnya.

Kini, di tengah reruntuhan proyek PLTU yang mangkrak, hanya tinggal tiang-tiang besi dan gedung tak terurus yang menjadi saksi ambisi besar yang kandas. Bagi masyarakat Kalimantan Barat, kisah ini menjadi pengingat pahit: bahwa di balik janji pembangunan, sering tersembunyi praktik busuk yang mematikan cahaya harapan.

PLTU 1 Kalbar seharusnya jadi simbol kemajuan. Namun kini, proyek itu berubah menjadi pelajaran mahal tentang integritas, dan sekaligus alarm agar Indonesia tak terus terjerumus dalam siklus gelap korupsi di sektor energi. (*)

Bagikan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *